Imtihan Kelas Ibtida Tsani
Ajang Imtihan yang semestinya diadakan setahun sekali di setiap
pondok pesantren guna mengetes ilmu – ilmu
yang diperoleh (sesuai jenjang kelasnya) selama satu tahun dan juga
menguji sebuah mental agar ketika terjun di masyarakat tidak glagapan.
Khususnya di Pondok Pesantren Tanbihul Ghofiliin yang sedang aku tempati ini,
menurutku sangat meriah karena disaksikan oleh penonton satu pondok dari putra
maupun putri. Memang harus benar – benar disiapkan dengan benar dari mental,
ilmu yang akan diuij, dll. Karena kalau tidak bisa akan jadi berhala yang
sedang memegang sebuah mik di atas
panggung, menanggung rasa malu, dan hilang harga dirinya.
Ketika di kelas
Ibtida Tsani ( tingkatan ke-3 ) aku terpilih menjadi salah satu peserta imtihan yang hanya diwakili 3 orang
saja setiap kelasnya kecuali kelas Ibtida Tsalis (tingkatan ke-4) keatas . Awalnya
ragu karena aku sudah melihat tahun sebelumnya, betapa mengerikannya orang –
orang ketika menggojlok ( menyuraki ) para peserta imtihan yang sedang maju
satu per satu keatas mimbar yang disediakan diatas panggung. Tetapi aku ada
rasa kepingin buat mencoba merasakan imtihan, agar nggak kaget ketahun
berikutnya dan mendapatkan pengalaman yang sangat mengerikan bagi pemula
sepertiku. Malam ketika aku tes lisan untuk kenaikan kelas yang di dampingi oleh
wali kelasku; Bpk. Atut Aspriana, aku dan teman – teman yang menjadi peserta
imtihan disuruh pendalaman setiap malam
jam 11 – 12 malam dengan Mas Taufik
Hidayaulloh, agar maksimal dalam menjalankan Imtihan.
Akhirnya tiba
dimana hati terasa jedag jedug, pikiran nggak tenang, sibuk dengan persiapan
yang aku alami atauuu…… teman – temanku juga merasakanya? Yang jelas itu yang
aku rasakan sebelum melaksanakan imtihan. Ketika semua peserta ibtida tsani
disuruh kumpul di kantor pusat untuk pembagian tempat imtihan, aku mengharapkan
tempat di depan masjid. Karena dibagi menjadi 2: Gedung Auditorium & Teras
Masjid. Alasan kenapa aku memilih diteras masjid karena tempatnya nggak terlalu
luas dan perkiraan penontonnya sedikit. Selang beberapa waktu ada informasi
bahwa pembagian tempatnya nggak jadi, semua peserta imtihan dipindah ke teras
masjid. Ternyata tidak sesuai ekspetasi, otomatis ketika semua penonton
dipindah keteras masjid jelas banyak dan rame ditambah kelas ibtida tsani
terjadwal di hari terakhir sebagai penutup dari acara imtihan.
Imtihanpun
dimulai, satu persatu peserta imtihan maju hanya dengan membawa: hafalan,
mental, dan ilmu – ilmu yang dipelajari dalam satu tahun. Semua peserta disambut
meriah oleh penonton yang sudah mempersiapkan mulutnya untuk menggojlok para
peserta imtihan. Giliran dimana namaku dipanggil oleh sail ( Petugas Imtihan
untuk megetes para peserta imtihan ), aku berjalan maju dan mengambil amplop
yang berisi soal untuk diberikan kepada sail, setelah itu bersalaman dengan
para juri dan juga sail. Aku merasakan getaran luar biasa yang dikeluarkan oleh
tubuhku karena malu dilihat oleh banyak sekali penonton ( santri putra &
putri ), hingga mik yang aku pegang ikut bergetar. Padahal sudah aku tahan
semaksimal mungkin getaran yang aku keluarkan dari tubuhku, tapi tetap saja
bergetar. Yang penting aku sudah ikhtiar ( usaha ), do’a, dan tinggal sekarang
pasrah kepada Allah. Cukup lama waktu 15 menit di atas panggung dengan melewati
3 sesi yaitu : sesi 1 ( Hafalan jurumiyah & al – amtsilatu at – tasyrifiyah
diacak ), sesi 2 ( tanya jawab soal nahwu & shorof ), sesi 3 ( membaca,
memaknai, dan memurod kitab taqrib juz 1 ). Alhamdulillah waktu imtihanku
habis, walau lumayan lancar dan kurang
memuaskan. Setelah selesai imtihan aku, teman – teman, dan para wali kelas foto
bareng di atas panggung.
Posting Komentar untuk "Imtihan Kelas Ibtida Tsani"